Menginjak 3 tahun usia si pemuda kecil. Semakin bertambah kemahirannya, semakin pula kami menyadari waktu yang kami miliki untuk mendampinginya secara “utuh” semakin terbatas. Kami berdoa ketika tiba saatnya nanti kami melepasnya untuk menjalankan misi sebagai khalifah, semoga dia siap.
Kami melalui proses pembelajaran dan introspeksi diri sebagai orang tua untuk akhirnya menyadari bahwa masa “Tufulah” (usia 0-7) adalah masa yang paling penting. Menjadi pondasi karakter di masa hidupnya mendatang. Masa yang kami sadari, begitu banyak nilai yang bisa diajarkan. Jika melihat ke belakang, rasanya banyak sekali waktu yang terbuang percuma hanya karena ke(sok)sibukan kami untuk berpikir, berdiskusi dan memahami lebih jauh pola pengasuhan si pemuda kecil. Jadi inilah kami, mencoba merumuskan kurikulum sederhana untuk pemuda kecil kami, dengan segala keterbatasan ilmu dan pengalaman yang kami miliki, semoga menambah nilai ikhtiar kami di hadapan-Nya kelak.
Kurikulum ini sebenarnya lanjutan dari kurikulum si pemuda kecil usia 2.5 tahun, usia si pemuda kecil ketika kami memutuskan serius ke home education usia dini. Kurikulum ini adalah “tool” bagi kami agar dapat fokus pada hal yang benar-benar penting, yang mendekatkan langkah kami pada tujuan. Selain itu sebagai alat pengontrol serta alat komunikasi kami sebagai orang tua. Tentu saja kurikulum ini tidak kaku dan tidak baku, akan berubah seiring dengan pembelajaran dan pengalaman kami. Kami share beberapa poin kurikulum si pemuda kecil. Saya share kurikulum ini karena saya percaya, “It takes a village to raise a kid”. Butuh support, inspirasi, ilmu, pengalaman dan saling mengingatkan dari ibu-ibu lain yang memiliki visi yang sama untuk membesarkan seorang anak.
Disclaimer : Kurikulum ini tentu saja ‘customized’ sesuai dengan kemampuan dan kondisi keluarga kami. Kami yakin banyak sekali ortu yang lebih berpengalaman dan berilmu daripada kami. Kami yakin sekali setiap keluarga memiliki tujuan serta “tools”nya masing-masing sehingga kurikulum ini bisa saja tidak cocok diterapkan di keluarga lain. Jadi…dilarang men-judge ya 😀 Satu lagi, kami pun tidak anti calistung dan teknologi, namun kami mengajarkan dengan cara kami.
Kurikulum Zaffa
Kurikulum kami susun berdasarkan tujuan kami dan kebutuhan setiap tahap perkembangan anak. Misalnya, untuk pendidikan agama kami ingin kuatkan di tauhid dan dasar-dasar islam seperti apa itu islam, kenapa harus islam, bagaimana seorang muslim itu. Untuk ritual gerakan solat dan doa misalnya, kami tidak mengharuskannya menghapal. Kami memilih membacakan tafsirnya sambil menghapal. Membuat menghapal jadi lama, buat kami tak mengapa. Bukan hasil yang utama karena kami pun sambil belajar bersama 🙂
Keliatannya serius banget ya kurikulumnya? 🙂 yuk kita lihat implementasinya.
Implementasi
It’s easier said than done. Betul sekali. Mood si pemuda kecil yang terkadang naik turun, ke”mati-gaya”an ibu dalam membuat aktivitas belajar dan keterbatasan waktu ayah menjadi tantangan tersendiri. Kami pun orang tua baru yang harus banyak menata diri dan emosi. Menyemangati diri sendiri itu harus. Percaya atau tidak, membuat kegiatan bermain bersama si pemuda kecil menjadi “moving meditation” buat saya 🙂 Merencanakan kegiatan, membuat aktivitas, bermain bersama membuat otak saya tetap berputar, raga saya tetap berdaya dan jiwa saya tetap berkreativitas. Berikut beberapa kegiatan dari kurikulum yang kami implementasikan:
Kami bermain hujan sambil menghapal doa turun hujan
Merangkai “busa” dan “tusuk gigi” untuk belajar rancang bangun sederhana
Kami belajar rukun iman sambil bermain “treasure hunt”
Kami belajar “walter filter” sambil belajar tentang air untuk bersuci
Kami belajar silsilah Rosulullah SAW dengan membuat pohon silsilah
Membuat penyu dari bekas tempat telur untuk mempelajari daur hidup penyu dan migrasi penyu
Beberapa kegiatan outdoor kami
Belajar tentang aurat laki-laki dan latihan motorik halus dengan mengancing
Kami belajar tentang organ tubuh manusia dengan membuat “x-ray”
Belajar “tata kota” dengan membuat city map sederhana
Kami memasak untuk belajar matematika ketika menggunakan timbangan, menambah kemampuan berbahasa dengan kosakata baru dan mempelajari urutan proses.
Kami belajar tentang Kisah Ashabul Kahfi di hari jumat. Ceritanya kapas-kapas itu adalah jenggot mereka yang sudah panjang karena tertidur ratusan tahun:)
Atau kami berkisah tentang kemuliaan sahabat Abu Bakar r.a ketika peristiwa hijrah Rosulullah SAW.
Kami belajar biologi tentang rantai makanan di laut dengan membuat mainan sederhana
Dan belajar tentang organ tubuh dengan membuat rompi sistem pencernaan.
Kami kunjungan ke museum atau melihat binatang
Dan kegiatan-kegiatan lainnya yang belum sempat didokumentasikan. Saya bukan orang yang kreatif, namun saya mencoba sesuai kemampuan saya untuk menyiapkan kegiatan untuk si pemuda kecil. Buku juga sangat membantu kami dalam belajar, banyak inspirasi aktivitas datang dari buku cerita zaffa. Sering kali kami juga menonton video tentang alam dari Harun Yahya, atau film anak muslim “Syamil Dodo”. Saya memberi waktu untuk “screen time” maksimal 1jam per hari, dibagi 2-3 sesi. Namun sering kali si pemuda kecil juga tidak menggunakan jatah nontonnya karena sibuk berkegiatan.
Peran Orang Tua
Dalam proses perencanaan kurikulum ini, kami mencoba profesional dan memiliki “SOP” 🙂 Saya sebagai “Guru” mengajukan ‘draft’ kurikulum kepada Suami sebagai “Kepala Sekolah” (terkadang si murid kecil ikut berkomentar juga) Kami kemudian berdiskusi, merevisi, menambah maupun mengeliminasi poin-poin yang dirasa kurang penting. Evaluasi diadakan harian, mingguan dan bulanan. Untuk mengevaluasi apakah si pemuda kecil cukup paham akan materinya, apakah saya sebagai ibu terlalu berkutat dengan pekerjaan domestik ataukah ayah yang terlalu sibuk dengan kegiatannya sehingga tidak sempat berkomunikasi.
Untuk mempermudah kami dalam berkomunikasi sehari-hari, kami juga menggunakan agenda ini “Daily Routines”. Hal-hal yang tidak sempat diceritakan akan ditulis disini. Misalnya hari ini kegiatan ibu apa, bagaimana bermainnya, kegiatan ayah apa saja, pasiennya bagaimana misalnya yang nantinya bisa jadi bahan belajar si pemuda kecil. Catatan ini juga menjadi semacam buku penghubung kami.
Daily notes saya contek dari blog-nya mba Deasi (messyhomestad.wordpress.com) thank you mba!
“Dua kenikmatan, kebanyakan manusia tertipu pada keduanya, (yaitu) KESEHATAN dan WAKTU LUANG”. [HR Bukhari, no. 5933]
Menyadari bahwa godaan untuk bermalas-malasan sungguh besar, maka saya pun membuat jadwal untuk diri saya sendiri. Mencoba mendisiplinkan diri memberi waktu maksimal mengerjakan suatu pekerjaan serta untuk memaksimalkan prioritas untuk beribadah, mendidik anak dan meng-upgrade ilmu. Misalnya saya memberi waktu maksimal untuk pekerjaan domestik seperti menyetrika 1jam, memasak dan membersihkan dapur 1,5 jam. Memang itu semua berpahala, tapi karena pekerjaan domestik tidak akan ada habisnya, jangan sampai waktu kita habis untuk berjibaku ke pekerjaan domestik.
Tulisan ini hanya sharing, bukan untuk kasih tips karena saya pun butuh banyak tips dan kiat sukses. Saya share karena saya berharap home education di rumah dapat menjadi program pendidikan yang kuat yang dapat menjadi penyelamat anak-anak kita di masa depan dan masa akhiratnya. Karena bagaimana pun kebijakan pendidikan di negara kita, pendidikan anak tetaplah tanggung jawab kita. Biarlah Allah SWT yang menilai ikhtiar kita. Semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan, kekuatan dan hidayah untuk dapat membimbing anak-anak kita di jalan Islam. Amiiin, Wallahu ‘Alam Bisshowab.
Salam,
Indah Adhyasari